Malam itu, sang fajar bahkan belum menunjukan wujudnya di katulistiwa.
Sang ayam jantan perkasa juga belum menunjukan tanda-tanda akan bersiap
melaksanakan tugasnya sebagai alarm
alamiah. Tapi mengapa kau telah memaksa kedua kelopak matamu untuk terbuka?
Sukmamu yang sekarang entah berada di mana dipaksa kembali pada jasadmu kemudian dituntut untuk segera keluar. Ya, keluar. Benar-benar keluar. Keluar menuju
kedinginan yang menusuk hingga ke tulangmu.
Seniormu itu kejam bukan? Mau bagaimana lagi? Kau
hanyalah seorang junior yang bahkan tidak memiliki daya dan upaya untuk
melawan. Lagipula telah tertanam kokoh di hati dan pikiranmu bahwa semua
hal—yang menurutmu kejam itu—adalah demi kebaikanmu di masa depan.
Dengan langkah kaki yang gontai nan ogah-ogahan, kamu tetap menuruti perintah
seniormu—orang yang dengan sesuka hatinya membangunkan tidurmu dan membuyarkan
mimpimu dengan sang pujaan hati.
“Cepat lari! Lelet kalian, dasar kaki siput! Gini
calon....”
.
.
.
.
.
V96
# 60V
fictlet
ini
di persembahkan oleh anomelish™
Naruto © Masashi Kishimoto
0330
© anomelish
WARNING:
fictlet « fictlet super ... duper ... mega ... giga ... pendek, GAJE, gak nyambung, gak jangan mau baca! Berarti jangan mau gak baca #dor. Maklum, fict bangkit dari hiatus.
AU « Author Universe. Itu berarti fanfict ini tidak canon! #plok.
OOC « Out of Charakter. Sungguh! Sebisa mungkin Elsh buat agar se-IC mungkin. Jadi warning OOC ini hanya untuk jaga-jaga.
Typo(s) and Miss Word « Tau kan kalau kesalahan penulisan itu memang sulit untuk di hindari hehehe ^^V
fictlet « fictlet super ... duper ... mega ... giga ... pendek, GAJE, gak nyambung, gak jangan mau baca! Berarti jangan mau gak baca #dor. Maklum, fict bangkit dari hiatus.
AU « Author Universe. Itu berarti fanfict ini tidak canon! #plok.
OOC « Out of Charakter. Sungguh! Sebisa mungkin Elsh buat agar se-IC mungkin. Jadi warning OOC ini hanya untuk jaga-jaga.
Typo(s) and Miss Word « Tau kan kalau kesalahan penulisan itu memang sulit untuk di hindari hehehe ^^V
V96
# 60V
.
.
.
.
.
“Dasar otak kincir, kerjaannya muter-muter. Berbaris
saja kalian masih muter-muter!” bentak seniormu dengan suara yang sungguh—ugh! Memekakan
telingamu. Terkadang kau heran mengapa seniormu itu masih memiliki tenaga untuk
membentakmu—mungkin lebih tepatnya kau dan teman-temanmu—padahal bagimu, untuk
membuka mata dan melihat jalan disekitarmu saja sudah sangat sulit. Kau tidak
tau saja, bahwa sesungguhnya demi hanya untuk mengukuhkanmu dan teman-temanmu
sebagai PMR SMANICHIKO (SMAN 1 Konoha), para seniormu itu rela tidak tidur
semalaman. Lebih berat bukan? Yah, sayang kau dan teman-temanmu itu tidak
mengetahuinya.
Kau juga tidak bisa menyalahkan teman-temanmu
yang—kau pikir—sedikit lola. Mereka
masih berusaha mengumpulkan nyawa mereka yang sekarang—kau yakin pasti—masih
asyik bermain di alam mimpi. Kalau boleh jujur kau juga masih ingin di alam
mimpi, apalagi mimpimu tadi benar-benar mimpi yang langka. Kerkencan dengan
Uchiha Sasuke benar-benar sulit untuk dilewatkan meskipun itu hanya di alam
mimpi.
Berlahan tapi pasti emerald-mu mulai terlihat dari persembunyiannya. Redup. Kantuk yang
kau derita nampaknya benar-benar membuat emerald
itu sulit untuk bersinar.
“Kau yang disana! Cepat jalan jongkok!”
Perintah seniormu barusan benar-benar membuat emerald-mu terbelalak. ‘Kau’ yang
dimaksud di sini benar-benar kau.
Iya, kau Haruno Sakura.
Refleks.
Kaupun melaksanakan perintah seniormu. Berjalan jongkok dengan jarak kurang
lebih lima belas meter benar-benar membuat otot-otot kakimu tegang. Di ujung
sana, kau melihat teman-temanmu yang tadi disebut otak kincir—sempat pula
terpikir olehmu mereka lola—kini sedang berbaris dengan cukup rapi di depanmu.
Atau...? Kau yang berada di depan mereka?
Sesekali kau mencuri waktu untuk menguap. Jujur kau
masih mengantuk. Jujur—lagi—kau ingin sekali melanjutkan mimpimu yang tadi. Kau
sempat mengrutuki dirimu sendiri, kenapa harus memimpikan dia disaat yang tidak
tepat seperti ini.
Kau menguap lagi untuk yang kesekian kalinya. Oops!
Sayang sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak memihakmu Sakura. Kau ketahuan oleh
seniormu yang super imut itu.
“Kau mengantuk, Pinkky?”
Tidak suka berbohong, akhirnya kau memutuskan untuk
menjawab, “I-Iya, Sasori-senpai.”
“Pasti kau ingin melanjutkan tidurmu?” Sasori
berjongkok didepanmu. Mencoba melihatmu secara lebih intensif.
Lagi, karena kau tipekal gadis jujur, kaupun
menjawab, “Tentu saja. Apalagi aku ingin melanjutkan mimpiku bersama Sasu—oops!”
Seniormu itu tertawa geli, “Hey Itachi! Kurasa adik
iparmu itu harus tidur untuk melanjutkan mimpinya dengan Sasuke. Bagaimana
kalau kita biarkan saja dia tidur?”
Sayang riwayatmu harus berakhir sekarang Sakura.
Itachi pemuda dengan nama lengkap Uchiha Itachi—yap tepat sekali. Pemuda ini
adalah kakak dari Uchiha Sasuke. Satu-satunya alasanmu ikut Palang Merah remaja (PMR).
Bukan! Aku tau pasti kau tidak sedang menyerah pada
Sasuke hingga akhirnya mengincar Itachi. Hanya saja, banyak yang mengatakan:
dekati kakaknya untuk mendapatkan adiknya. Itulah yang sedang kau usahakan,
bukan?
Sekarang? Belum juga resmi kau menjadi anggota PMR
SMANICHIKO rencanamu sudah dipastika akan terbongkar. Seantero Konoha juga tau
kalau Uchiha Itachi seorang jenius yang sulit untuk dibodohi.
“Kalau begitu, silahkan kamu tidur lagi, Sakura!”
ujar Itachi dengan entengnya.
Samar. Barisan yang sejak tadi tak dihiraukan
menjadi ricuh. Panitia yang lain hanya bengong namun sebagian lagi justru
nyengir. Sakura? Dengan sumringah kau bangkit, membungkuk, kemudian—hampir—melangkah
menuju ruangan di mana kau tidur tadi.
“Tungggu!” pemuda berkuncir satu ini kembali angkat
bicara.
Masih dengan senyuman yang enggan hengkang di
wajahmu kau pun menjawab, “Ya?”
“Silahkan tidur disini, Sakura!” lembut sekali tutur
bicaranya, namun di balik itu semua terdapat perintah yang tidak dapat
terelakan olehmu.
Kau masih bengong. Tidak percaya, kau memberanikan
diri untuk bertanya pada—calon—kakak iparmu, “Di sini? Di tanah yang dingin dan
becek ini tanpa sehelai alas pun?”
Dan pemuda Uchiha itu menjawab dengan anggukan singkat.
“Kenapa Pinkky?
Bukankah kau ingin melanjutkan mimpimu bersama Sasuke?” si Baby Face itu mulai mengolok-olokmu lagi.
Ingatlah ... sumua ini demi kebaikanmu di masa
depan.
... mungkin?
Kau telah duduk dan segera berbaring di atas tanah.
“Bukan di situ pinkky!
Tapi di sana.” Seniormu yang lain ikut memberatkanmu sekarang.
“Deidara benar. Di sana lebih nyaman.” Pemuda dengan
julukan Akasuna no Sasori itu memang selalu senang melihatmu menderita.
Entah karena kau juga hobi menyenangkannya, kau
mengikuti saja perintah seniormu itu.
Di sinilah kau sekarang. Berbaring mencoba untuk
tertidur di tengah lapangan. Poor
Sakura.
“Untuk yang lainnya. Kita mulai kegiatan pagi ini
dengan berolah-raga. Silahkan lari mengelilingi lapangan ini.” perintah senior
yang tadi menyuruhmu tidur di tengah lapangan.
“Seluruhnya. Hadap kiri, grak! Lari maju jalan!”
Lari mengelilingi lapangan bukankah itu juga berarti
lari mengelilingimu, Sakura?
“Supaya semangat, semuanya bernyanyi!”
Penuh semangat teman-temanmu itu bernyanyi, “Di sini
senang. Di sana senang. Di mana-mana hatiku senang...,”
Dan seterusya ... dan seterusnya.... Teman-temanmu
itu bernyanyi dengan penuh ketidak ikhlasan.
“Cukup nyanyinya! Anggap orang yang berada di tengah
kalian adalah tawanan ...
Deg!
Kau mulai takut.
... Sekarang kalau kalian orang indian, apa yang
akan kalian lakukan?” seru Sasori.
Sekarang kau benar-benar dendam kesumat pada
seniormu yang satu itu. Tapi tidakkah kau tau? Kalau seniormu itu kini menjadi
panitia yang akan paling kau ingat.
Lama kau tidak mendengar suara teman-temanmu itu.
Sampai kemudian....
“Owowowowo....”
... teman-temanmu mulai berteriak ala orang indian.
Meneriakimu!
Sadar atau tidak, tapi wajahmu kini mulai memerah.
Merah padam.
Wajahmu terus memerah bahkan ketika teman-temanmu
sudah tidak meneriakimu. Mereka sudah kembali berbaris dengan rapi dan sedikit
melakukan pemanasan.
“Kau yang tidur disana! Kau bisa kembali bergabung
bersama tema-temanmu!” panggil salah-satu senior wanitamu. Tebakmu dari suara merdunya.
Kau berpura-pura tidak mendengar perkataan seniormu
yang begitu jelas tersebut. Kau berpikir, bukankah orang tidur itu tidak sadar
dengan sekitarnya. Kau dibuat kesal, lalu kenapa kau tidak membuat para
seniormu itu sedikit kesal juga.
“Sasori coba periksa! Apa dia benar-benar tertidur?”
Kemudian tanpa sepengetahuanmu seniormu tersebut
meminta Sasori untuk melihatmu. Dia yang kepintarannya tidak perlu diragukan
lagi tentu sudah mengetahui kalau kau tidak tertidur.
Dari sudut pengelihatanmu—walau tidak jelas—kau
melihat ada bayangan seseorang. Tapi kau tetap bersikeras menutup matamu berpura-pura
tertidur.
“Pinkky,
bangunlah! Atau aku akan memelukmu dan memaksamu berdiri?” bayangan itu
membisikan sesuatu yang menurutmu sangat ekstrim.
Sontak kau membuka matamu. Emerald itu langsung menatap caramel
yang kau tau pasti itu milik orang yang sekarang paling kau benci.
Duak!
Dahi lebarmu berbenturan dengan dahi seniormu. Kau
bangkit dan mengelus-elus dahimu. Bukan main! benturan tadi walaupun tak cukup
keras tapi cukup membuat dahimu merah.
“Ah! Kau benar-benar merepotkan. Kembalilah
kebarisanmu!”
Seniormu itupun mengelus dahinya. Kau tahu dahimu juga
sakit tapi melihat ekspresi dari seniormu, itu sudah membuatmu senang. Akhirnya
kau bisa membalas seniormu walau secara tidak langsung.
V96
# 60V
“Ditangan kalaian sekarang telah ada selendang yang
kalian bawa dari rumah. Nah, nanti—“
“—Pinkky,
jalan jongkok!” perintah senior wanita berkuncir empat yang kebetulan
memergokimu.
Nasibmu memang jelek Sakura.
“Kenapa kau lelet sekali sih? Ckckck ... sekarang
kira-kira apa hukuman yang bagus untukmu?” gadis kuncir empat ini memasang
wajah berpikirnya. Dia sama-sekali tidak berniat melanjutkan perkataan yang
tadi sempat terpotong. Sedangkan teman-temanmu masih bertanya-tanya untuk apa
selendang yang mereka bawa. Mereka bahkan tidak mengerti kenapa mereka
dibangunkan pukul setengah empat pagi.
“Sudahlah Temari.... Kita sudah tidak ada waktu
lagi. Semua sudah siap.” Temannya yang lain mengingatkan rencana mereka. Bersyukurlah
kau karena kali ini nampaknya kau selamat dari hukuman.
“Ah ya! Kembali ke barisanmu, Pinkky!”
Secepat mungkin kau berlari kebarisan. Kau tidak mau
jika nanti seniormu itu berubah pikiran. Supaya lebih cepat kau mengambil
barisan paling depan.
“Jadi, nanti mata kalian akan ditutup oleh selendang
yang kalin bawa sekarang. Teman kalian yang dibelakang yang akan
mengikatkannya. Untuk yang paling belakang sudah ada panitia yang akan
membantu.
Ayo kalian lakukan sekarang! Pastikan teman kalian
tidak bisa mengintip. Ikat yang kencang!”
Kau beserta temanmu yang lain mengikuti saja.
Tak lama matamu sudah tertutupi selendang sehingga
tidak bisa melihat apapun.
“Panitia yang lain silahkan menghendle masing-masing barisan.
Sekarang
tugas kalian adalah mendengar dan atau mengikuti petunjuk dari panitia yang
berada di depan kalian. Kalian harus mengikuti kemanapun panitia itu pergi.
Mengerti?” komando gadis kuncir empat yang diketahui bernama Temari tersebut.
“Siap mengerti!” jawabmu dan teman-temanmu kompak.
“baiklah kalau begitu, waktu saya persilahkan pada
masing-masing panitia yang ditugaskan sebagai kordinator.” Temari mengakhiri
komandonya.
Baiklah Sakura, mari kita lihat siapa kordinatormu.
“Oh Beruntung sekali aku bisa menjadi kordinatormu, Pinkky,” suara itu begitu kau kenal.
“Ah! sial sekali kau bisa menjadi kordinatorku,
Sasori-senpai,” jawabmu ketus.
“Ahahaha kau ini bisa saja menyanjungku seperti
itu,” ujarnya riang.
“Itu sama sekali bukan pujian,” gumanmu geram dengan
begitu pelan hingga nyaris tak terdengar.
“Ikatanmu itu sepertinya longgar, Pinkky. Mari kita
tes!”
Kau yakin sekali bahwa seniortmu yang satu ini akan
mengerjaimu. Tapi kau memutuskan untuk mengikuti saja permainannya. “Silahkan
saja senpai,”
“Ini berapa?” seniormu itu mengacungkan tiga jarinya
tepat diwajahmu. Tapi kamu tidak bisa melihatnya—tentu saja.
“Mana kutahu,” gerammu kembali, “Entahlah ... satu
mungkin,” jawabmu asal.
“Eh? Kau benar. Berarti ikatanmu longgar,” orang itu
berbohong. Sayang sekali, tapi Sakura tidak tahu kalau seniornya itu sedang
berbohong.
“Eh? Tunggu dulu! aku benar-benar tidak melihat.
Sungguh!”
Percuma Sakura. Pemuda itu kini melingkarkan kedua
tangannya untuk meraih ikatanmu, “Hmm ... bukankah ini terlalu erat?” di belakang
sana, kedua tangan pemuda berambut merah mulai beraksi. “Bagaimana Sakura?
Sekarang sudah merasa lebih nyaman?”
Aku rasa seniormu itu tidak seburuk yang kau
pikirkan Sakura.
Tanpa menunggu jawban darimu—yang entah mengapa
tiba-tiba mematung—pemuda itu mengambil kembali komando yang sempat terfokus
hanya padamu.
“Dengarkan aku! Kalian harus mengenali suaraku ini.
Sekarang kalian kuberi nama regu bebek. Aku akan
memberi nama pada kalian. Sakura kau bebek satu, Ino bebek dua, Kiba bebek
tiga, Shikamaru bebek empat, Choji kau bebek lima dan enam—hehe aku bercanda
yang menjadi bebek enam adalah Hinata, dan terakhir kau Lee, kau bebek tujuh.
Apa kalian sudah ingat?” jelas Sasori.
Sasori bahkan menghapal semua nama anggota—ralat! Calon
anggota PMR SMANICHIKO. Benar-benar niat sekali dia terhadap anggota PMR tahun
ini.
“Siap sudah!”
“Jadi ketika aku memanggil nama kalian, kalian harus
menjawab dengan suara bebek. Bebek satu?”
“—Kwek ... kwek!”
“Haha bagus Sakura. Responmu cepat. Selain itu
kalian harus memegang pundak teman kalian yang berada di depan...
... ingat! Kalian jangan sampai terpisah dengan regu
kalian. Ini melatih kebersamaan kalian. Kalian juga jangan sampat kehilangan
petunjuk kalian yaitu aku. Kalau kalian tidak mau tersesat dalam kegelapan—tentu
saja. Aku tidak akan menjamin kalian selamat dalam perjalanan kalian, kalian
bisa saja masuk got, lubang, nabrak tembok dan sebagainya. Itu semua tergantung
pada Bebek Satu.” Sasori tersenyum licik untuk mengakhiri penjelasannya.
V96
# 60V
“Pinkky! Apa yang kau lakukan?”
Seniormu sekaligus kordinator dari regumu itu
memegangi lengan atasmu. Hampir saja kau terjatuh ke dalam kolam membawa
rekan-rekanmu untuk mesuk ke kolam itu juga—hmm ... mungkin tidak semua
rekan-rekanmu.
Sebelumnya kau memang sempat kehilangan suara
seniormu itu untuk beberapa saat sehingga kau kehilangan arah. Parahnya lagi
semua itu terjadi karena kau tidak fokus. Saat itu suara Sasori yang sedang
mengarahkan regu kalian—walaupun kau sadar pasti dia justru membawa kau dan
regumu berkeliling tak pasti—tiba-tiba berubah menjadi suara Sasuke.
Saat itulah kau teringat kembali pada mimpimu yang
terpotong. Dimimpimu Sasuke menggenggam tanganmu dengan lembut dan membawamu
keatas bukit kecil di padang yang luas. Di atas bukit itu ada pohon Sakura yang
sedang mekar, bayanganmu pasti akan sangat romantis di sana. Di sanalah Sasuke akan
menyatakan cintanya padamu. Tapi cut!
Mimpi itupun terpotong.
Siapa sangka karena kembali tebayang mimpi itu kau
hampir tercebur dan membahayakan teman-temanmu.
“Ma-maafkan aku Sasori-senpai. Aku sempat kehilangan suaramu karena kebisingan dari
kelompkok lain,” kilahmu begitu sempurna.
“Baiklah.... agar kalian tidak kehilangan arah
lagi,” seniormu itu melingkarkan tangan kananmu ke tangan kirinya. “Bagaimana
kalau begini saja.”
Kau bingung. Kau tidak mengerti kenapa kau tidak
menolak perlakuan seniormu yang tadi begitu menyebalkan. Mungkin ini yang
terbaik. Ini juga agar teman satu regumu tidak kehilangan arah. Tapi tetap ada
sesuatu yang aneh yang kau rasakan.
“Bebek dua, kau bisa melepaskan peganganmu pada
bebek satu. Jangan pergi kemana-mana!” perintah seniormu itu membuatmu berpikir
yang tidak-tidak. Namun meski begitu kau tetap percaya pada seniormu itu.
“Mau dibawa kemana aku?” tanyamu karena memang kau
penasaran.
“Diamlah di sini! Percaya padaku. Di sini aman.”
Seniormu itu melepaskan pegangan tangannya darimu.
Kau mulai duduk bersila. Tanpa sadar kau menyandarkan punggungmu dengan santai.
Kemudian seniormu itu melakukan hal yang sama pada
rekan-rekanmu yang lainnya.
Samar-samar indra perasa tubuhmu merasakan hangat
yang kau yakin pasti bersumber dari sebuah api. Kebakaran? Tidak mungkin
pikirmu. Tidak apabila hangatnya seperti ini—menurutmu ini hangat bukan panas.
Benar saja dugaanmu ketika memoriar ingatanmu berputar kembali diingatanmu.
Bukankah seniormu menyuruhmu membawa sebuah lilin? Inikah api dari lilin
tersebut? Jawabannya pasti iya.
Samar-samar, kembali indra pendengaranmu pun
mendengar alunan musik klasik yang cukup asyik. Tidak hanya itu, telingamu yang
tidak tertutupi selendang—tidak seperti matamu—mampu mendengar dengan jelas
suara yang kau kenal dengan begitu berwibawa mengalun keras karena bantuan mickrophone.
Sangat hati-hati suara itu—ya, suara dari Uchiha
Itachi mulai bercerita—ah tidak! lebih tepatnya berceramah. Ya, sebuah ceramah
yang mampu menyentuh hatimu. Hati terdalammu.
Rasa kantuk yang tadi dirasa sulit pergi kini tidak
kau alami lagi. Pikiranmu terfokus pada setiap kalimat bahkan kata yang
diucapkan oleh objek incarmu. Kau sadar! Perasaan bersalah yang mengganggumu
mulai menghantui pikiranmu pada dini hari dikegiatan persamimu.
Suasana dini hari yang begitu sepi (atau
damai?) turut serta membangun suasana
ceramah pada saat itu. Tak terasa matamu yang terpejam mulai panas hingga
akhirnya sebuah air keluar membentuk aliran sungai dipipimu. Dini hari itu
dengan beberapa bintang yang benderang dan cahaya bulan yang tak begitu terang
telah menjadi saksi tangisanmu yuang menyesali seluruh kesalahanmu.
Satu kalimat seniormu yang tertanam jelah di
benakmu, “Senpai percaya pada
kalian.”
Kini kau mulai tenang, mulai dapat mengendalikan
tubuhmu, mengambil kembali kontrol penuh terhadap tubuhmu. Sampai kau merasakan
sebuah tangan menepuk pelan pundakmu sembari berkata, “... berdiri dan ikuti
saja aku.”
Sesaat setelah kau berhenti disuatu tempat—yang kau
tidak tau pasti tempat itu dimana karena matamu kan ditutup—tiba-tiba tubuhmu
disiram tepat diubun-ubunmu. Dingin jelas terasa sekarang. Penutup matamu juga
telah terlepas. Kau dapat melihat dua seniormu yang barusan menyiramkan air—dan
ternyata dicampur bunga—di kepalamu. Tapi bukan itu yang menjadi pusat
perhatianmu, melainkan dua bendera dihadapanmu.
Tidak seperti teman-temanmu yang lain, kau tanpa
disuruh kedua seniormu sudah mencium berdera merah putih dan bendera PMI
didepanmu. Lama kau memberikan penghormatan pada kedua bendera tersebut sembari
kembali menangis tersedu. Namun aku curiga, kau bermaksud melakukan
penghormatan ... atau...? Atau justru kau hanya mengelap air mata dan air bekas
siraman itu dikedua bendera malang tersebut. Hmm ... aku tetap tidak boleh
berpresangka buruk, kau tetap mempunyai hak asas praduga tak bersalah bukan?
Di sudut lain kau melihat seniormu Sasori sedang
tersenyum tulus menyambutmu. Senyum yang berbeda dari biasanya. Bukan lagi
senyum jail yang sangat membuatmu resah. Melainkan senyum tulus yang membuatmu
tenang.
Dia memelukmu tiba-tiba sambil berkata, “Selamat
karena telah resmi menjadi PMR SMANICHIKO.”
FINISH
.
.
.
.
.
V96
# 60V
Kyaaa~ fictlet macam apa coba? Gapapa
ah, yang jelas Elsh sudah nge-warning
dari diatas juga. Kalau sekarang kalian mau cengo
sama endingnya itu resiko kalian #dibuang
Sebenarnya Elsh pengen banget ngelanjutin fict yang
multichap—terutama yang Gee. Tapi Elsh gak PD, Elsh mengira Elsh udah dilupain #dor Ada yang masih inget sama Elsh? #krikkrik #pundung
Lupakan cuap-cuap yang di atas. Ide awal fict ini adalah dari
pengukuhan Elsh jadi anggota PMR di sekolahan Elsh. Dengan sedikit—what?—Oke
banyak tambahan-tambahan lebay yang sangat diluar cerita aslinya jadilah fict
ini. Sederhana memang. Tapi gak jelek-jelek amet lah ^^’.
Jangan Cuma numpang lewat dong, ayo baca! Baca doang juga gak
apa-apa ^^'a. Tapi asal kalian tau yah~ Review kalian itu sagat Elsh harapkan #dor ^^V.
Ada yang tertarik dengan fanfict Elsh? Merasa menjanggal gitu setelah baca fanfict Elsh? Atau ada uneg-uneg yang bikin eneg kalau disimpan? Tunggu
apalagi? Ayo dong sumbangkan pendapat kalian melalui Review. Silahkan Review.
Akhir kata:
R
E
V
I
E
W
REVIEW
V96
# 60V
Bangli, Minggu 13 Mei 2012 / 23:19
0 komentar:
Post a Comment
Mind to comment~ Kritik dan saran pasti akan sangat menbantu untuk kemajuan saya. Komentar yang menjurus ke arah negatif (Out of Topik, Bashing, Pemicu war, maupun mengandung unsur SARA) akan dihapus atau terjaring secara otomatis pada spam filter.